Pesan Tiket Mudah Murah
Rabu, 10 Februari 2010
Adam Malik
Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah mantan Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain beliau pernah menjabat menjadi Menteri Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga.
Karir beliau diawali sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan yang dilakukannya secara autodidak. Di masa mudanya, beliau sudah aktif ikut pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong beliau untuk pergi merantau ke Jakarta.Kemudian beliau mendirikan Kantor Berita Antara yang kemudian menjadi Kantor Berita Nasional. Beliau mendirikan Antara bersama Albert Manumpak, Sipahoetar, Pandoe Kartawigoena, dan Mr. Soemanang. berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, beliau sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.Pada tahun 1934-1935, beliau memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan. Di tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Di zaman penjajahan Jepang, beliau juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, beliau pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen. 1945-1946 menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Karirnya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Di tahun 1946, beliau mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. 1948-1956, beliau menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, beliau berhasil memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari hasil pemilihan umum. Karir beliau di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Sovyet dan negara Polandia. Di tahun 1962, beliau menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, beliau menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya,yaitu Kantor Berita Antara. Pada tahun 1963, beliau pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu Kabinet yang bernama Kabinet Kerja sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam Malik bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, beliau menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun 1964, beliau mengembang tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Di tahun 1966, karir beliau semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.
Karir murni beliau sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun 1967, beliau kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II. Pada tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Di tahun 1971, beliau sempat memimpin sidang umum PBB ke-26 sebagai Ketua Sidang. Karir tertinggi beliau dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di tahun 1978. Beliau merupakan Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.
Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, beliau merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, beliau seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan beliau mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Beliau menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, beliau sering mengatakan “semua bisa diatur”. Sebagai diplomat beliau memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. Atas jasa-jasa beliau, beliau dianugerahi berbagai macam penghargaan, diantaranya adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998.
Sumber : http://id.wikipedia.org
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar